Minggu, 02 November 2008

MEMBERIKAN TANGGAPAN

LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN XII

Kompetensi dasar: Siswa mampu memberi tanggapan secara cerdas, cermat, dan tepat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Indikator:
Siswa mampu menganalisis kerangka berpikir suatu pendapat.
Siswa menemukan dasar berpikir suatu pendapat.
Siswa mampu memenukan kebenaran suatu pendapat.
Siswa menemukan kelemahan suatu pendapat.
Siswa memberi tanggapan secara tepat dan proporsional sesuai dengan konteks masalahnya.

Bacalah dengan cermat dan teliti wavana berikut ! Analisislah kerangka berpikir pendapat tersebut kemudian telitilah kebenaran dan kelemahan gagasannya! Berdasarkan hal tersebut berilah tanggapan secara tepat dan proporsional sehingga berguna demi pengembangan gagasan secara luas berikutnya!

1. Pendidikan yang Berkeadilan
Oleh redaksi
Selasa, 15-Juli-2008, 09:41:46

Pendidikan yang baik dan berkeadilan adalah das sollen. Potret buram pendidikan nasional kita saat ini, adalah das sein. Das sein pendidikan menggugah kesadaran kita semua bahwa ketidakadilan sosial ekonomi dalam bidang pendidikan telah menghambat kamajuan dan pemerataan pendidikan. Betapa tidak, berbagai polemik tampak menyeruak secara bertubi-tubi ke hadapan kita. Ada siswa gantung diri karena tidak mampu bayar SPP, pemisahan kelas dalam golongan kaya-miskin, pro dan kontra RUU BHP, sampai pada liberalisasi pendidikan dan terbatasnya akses pendidikan masyarakat miskin.

Oleh OKY SYEIFUL RAHMADSYAH HARAHAP

Padahal, hak warga negara akan akses pendidikan mempunyai dasar hukum yang kuat. Pasal 31 (1) UUD `45, Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pasal 5 (1) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pasal ini memperkuat posisi warga negara dalam memperoleh kesempatan pendidikan.

Memasuki tahun ajaran baru, kecenderungan pendidikan mahal membuat para orang tua (calon) siswa/mahasiswa harus mengalokasikan setumpuk uang untuk membayar biaya pendidikan dan sumbangan ini-itu. Mungkin, bagi golongan the have (kalangan berduit), hal ini tidak terlalu merisaukan. Apalagi demi masa depan sang anak agar dapat belajar di sekolah/perguruan tinggi favorit. Beberapa perguruan tinggi negeri favorit pun dalam tahap seleksi telah membuka jalur khusus di luar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Hal ini tentu saja merupakan angin segar kepada kalangan the have. Permasalahannya menjadi berbeda ketika realitas ini harus dihadapi oleh kalangan the have not. Apalagi, jika sang anak secara akademis tidak cemerlang atau biasa-biasa saja.
Mereka harus berjuang pada jalur SNMPTN yang sangat kompetitif. Jika berhasil pun, mereka masih dihadapkan pada persoalan pembayaran SPP setiap semesternya. Refleksi pendidikan menggugah kesadaran kita bahwa selama puluhan tahun, pendidikan tampak berpihak hanya kepada golongan the have dan individu-individu yang cemerlang secara akademis. Padahal kebanyakan masyarakat, calon peserta didik berasal dari kalangan biasa-biasa saja dan kalangan menengah ke bawah (baik secara akademik maupun ekonomis), tetapi punya kesadaran dan keinginan kuat untuk maju. Realitas pendidikan yang hanya dapat diakses oleh segolongan orang, harus mulai diubah. Jangan sampai yang pintar semakin pintar, yang bodoh semakin bodoh; yang kaya bertambah kaya, yang miskin bertambah miskin.

Seyogianya, pendidikan adalah untuk semua kalangan, yaitu siapa pun yang memiliki motivasi kuat untuk belajar; menembus batas SARA, batas geografis, batas ekonomis. Kepada mereka ini kesempatan untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi patut diberikan.

Neoliberalisme Realitas saat ini menunjukkan pendidikan telah menjadi barang yang luks (mewah). Bahkan tak ubahnya sebuah komoditas. Dapat diekspor dan diimpor, dibungkus dalam kemasan semenarik mungkin dan tentunya dengan marketing yang andal agar mampu meraih konsumen. Washburn (2005) mengemukakan bahwa Academic administrators increasingly refer to students as consumers and to education and research as products. Inilah era pasar bebas, yaitu suatu era yang membuat peran negara semakin dieliminasi untuk ikut campur mengatur dan memengaruhi harga.
Memang, lembaga pendidikan merupakan bagian dari sistem sosial, ekonomi, dan politik yang ada. Jika sistem yang dominan saat ini adalah menguatnya kebijakan neoliberalisme, yang diwujudkan melalui privatisasi semua public goods, termasuk pendidikan, sulit untuk berharap lembaga pendidikan mampu berperan sebagai badan independen untuk berdaya kritis terhadap rezim neoliberalisme.

Ada gejala yang kuat menunjukkan, lembaga pendidikan tengah mengembangkan diri menjadi suatu industri yang mengikuti logika kapitalisme pasar bebas, yang memosisikan peserta didik sebagai pasar dan ilmu pengetahuan maupun karya ilmiah sebagai komoditas. Artinya, lembaga pendidikan mulai bergeser dari yang semula didukung negara untuk pemenuhan hak-hak pendidikan dan mencerdaskan bangsa, menuju pada industri yang dikembangkan dan dikelola dengan sepenuhnya mengikuti logika permintaan dan penawaran pasar bebas.

Makna pendidikan pun telah bergeser. Pendidikan yang (mestinya) merupakan penggalian potensi diri baik yang manifes maupun yang laten, pembukaan cakrawala berpikir tentang realitas kehidupan, menumbuhkembangkan jiwa dan pola pikir merdeka yang tidak menghamba pada materi. Kenyataannya, lembaga pendidikan cenderung hanya memberikan pengajaran kepada peserta didiknya, tanpa melakukan proses pendidikan. Kecenderungan pengajaran konservatif menciptakan prototipe peserta didik yang baik: belajar teori secara tekun, menghafal sebanyak mungkin buku, manut terhadap isi buku dan ucapan sang dosen, lulus secepat-cepatnya, kemudian bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya.
Pengembangan ilmu, daya kritis, kecerdasan sosial, kerelaan berkorban, keberpihakan terhadap kaum tertindas, menjadi kata-kata usang yang tidak populer. Makna dan tujuan pendidikan mengalami deviasi.

Mansour Fakih (2002) mengemukakan, lembaga pendidikan perlu melakukan berbagai usaha transformasi didalam diri mereka sendiri sebelum mampu melakukan transformasi sosial secara luas. Yakni membongkar struktur tidak adil dan relasi yang tidak demokratis di dalam dunia kegiatan belajar-mengajar lebih dahulu.

Ini berarti menggugat watak otoriter dan feodalisme didalam lembaga pendidikan. Untuk mewujudkannya, diperlukan usaha kolaboratif stakeholder pendidikan untuk bersama-sama melakukan transformasi relasi akademis mereka menjadi lebih demokratis.

Sepantasnya, pendidikan itu untuk semua kalangan, menembus batas kemampuan ekonomis. Kalangan tidak mampu pun berhak mendapat kesempatan dan bantuan meraih pendidikan yang lebih tinggi.***

Penulis, Sekjen Club of Bandung, pemerhati politik pendidikan.

2. Perubahan Iklim

Oleh redaksi
Rabu, 24-Oktober-2007, 06:13:32
KITA sedang dilanda banjir berita dan artikel tentang perubahan iklim. Pemicunya ialah akan diselenggarakannya konferensi internasional tentang Protokol Kyoto di Bali dalam bulan Desember yang akan datang. Pemerintah melakukan gerakan sosialisasi tentang peristiwa ini. Konferensi Bali pun bergema. Disusul dengan berita tentang Hadiah Nobel untuk Al Gore dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Al Gore adalah seorang senator Amerika Serikat dan mantan wakil presiden di bawah Bill Clinton.

Oleh OTTO SOEMARWOTO
IPCC (Panel Antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim) adalah badan internasional yang dibentuk atas prakarsa United Nations Environmental Programme (UNEP, Badan Urusan Lingkungan Hidup PBB) dan World Meteorological Organization (WMO, Organisasi Meteorologi Sedunia) dalam tahun 1988. Sayangnya banyak informasi tentang perubahan iklim yang rancu, baik dari pejabat pemerintah, awam maupun pakar. Apakah sebenarnya iklim dan perubahan iklim? Terkait pada iklim adalah cuaca.

Cuaca adalah kondisi meteorologi pada suatu waktu dan tempat tertentu. Misalnya, cuaca di Bandung pada Jumat, 20 Oktober 2007, pagi hari ialah cerah, sedikit berawan, angin lemah, dan suhu 24 derajat C. Jika cuaca sehari-hari kita jumlahkan dan rata-ratakan sepanjang tahun, kita dapatkan iklim Bandung. Iklim Bandung ialah curah hujan tahunan 2.000 mm yang terbagi dalam empat bulan kering dan delapan bulan basah, suhu rata-rata siang hari 25 derajat C dan malam hari 20 derajat C.

Iklim tidaklah konstan, tetapi mengalami variabilitas dari tahun ke tahun. Misalnya, curah hujan tahunan tidak selalu 2.000 mm, tetapi dapat 2.100 mm atau 1.950 mm. Musim kemarau tidak selalu empat bulan, namun dapat lima bulan atau 3,5 bulan. Oleh karena itu untuk menentukan karakteristik iklim diperlukan pengamatan jangka panjang. WMO menyarankan 30 tahun atau lebih. Ada pula tahun yang sangat kering dan ada pula yang sangat basah. Kering ekstrem terjadi pada tahun El Nino dan basah ekstrem pada tahun La Nina. Istilah El Nino digunakan oleh para nelayan di pantai barat Amerika Latin pada waktu terjadi perubahan suhu laut yang mengakibatkan merosotnya hasil ikan.
Karena terjadinya di sekitar hari Natal, kejadian itu mereka sebut El Nino (Si Bocah Laki-laki). Istilah ini masuk ke dalam perbendaharaan ilmiah dengan laporan Captain Camilo Carrillo pada kongres Geological Society di Lima pada tahun 1892. El Nino terjadi secara periodik antara 2-8 tahun sekali dengan rata-rata 3-4 tahun.

Perubahan iklim terjadi bila ada perubahan yang bermakna dalam arti statistik (significant statistical change) dalam sifat iklim atau/dan variabilitasnya. Untuk dapat menunjukkan adanya perubahan bermakna itu diperlukan jangka waktu panjang. Minimal juga 30 tahun. Untuk perubahan El Nino dengan sendirinya diperlukan waktu yang lebih lama lagi karena kejadiannya tidak setiap tahun. Pengamatan yang 100 tahun pun masih memberi hasil yang belum memuaskan. Dengan adanya keterangan tersebut, berita di harian ini bahwa iklim telah berubah di Jawa Barat karena dua tahun berturut-turut curah hujan rendah sehingga Jawa Barat kurang rentan terhadap longsor dan sebaliknya NTT menjadi lebih rentan karena curah hujannya tinggi, tidaklah benar.
Data hanya dua tahun jelas tidak memadai untuk menyatakan telah terjadi perubahan iklim. Lebih-lebih lagi ada yang menyatakan adanya perubahan iklim karena sekarang ada El Nino. El Nino sudah ada lama sekali di bumi. Penelitian paleoklimatologi menujukkan, El Nino sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Antara 17.000 sampai 15.000 tahun yang lalu periodisitasnya 15 tahun atau lebih dan sejak 5.000 tahun yang lalu menjadi 8,5 tahun atau kurang, seperti kita kenal sekarang. Indonesia mengalami El Nino yang parah pada tahun 1982 pada waktu lebih dari 3 juta hektare hutan hujan tropik di Kalimantan terbakar. Jelas El Nino bukanlah suatu hal baru. WMO, US-EPA (United States Environmental Protection Agency) dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menyatakan, belum ada bukti adanya perubahan El Nino. Adalagi yang menyatakan bahwa telah terjadi perubahan iklim karena makin seringnya terjadi banjir, tanah longsor, dan kekeringan serta makin besarnya kerugian. Kinerja PLTA kita makin merosot.
Dampak itu bukanlah karena perubahan iklim, melainkan karena makin rusaknya hutan dan vegetasi lainnya di daerah aliran sungai sehingga nisbah debit sungai dalam musim hujan dan musim kemarau makin besar. Pada musim hujan debit air Citarum berlebihan sehingga Bendungan Saguling, Cirata, dan Jatiluhur harus membuang air untuk menjaga keselamatan bendungan. Akan tetapi pada musim kemarau volume air Citarum merosot tajam. Banyak pula air dari saluran irigasi Tarum yang digunakan untuk keperluan industri dan pemukiman yang menjamur. Sawah makin sedikit kebagian air. Jadi naiknya dampak itu bukan karena perubahan iklim. Di Bandung karena makin rusaknya Kawasan Bandung Utara (KBU) dan dalam Kota Bandung hujan sedikit saja telah menyebabkan banjir cileuncang. Hujan lebih besar menyebabkan S. Citarum meluap.
Ada kecenderungan untuk menjadikan perubahan iklim sebagai kambing hitam. Dengan menimpakan masalah pada perubahan iklim, penyebab kesulitan yang sebenarnya terabaikan. Misalnya, KBU tidak ditangani dengan baik. Demikian pula DAS Hulu Citarum. Hutan makin habis. Pengendapan erosi di Sungai Citarum makin tebal dan alur Citarum makin sempit. Pada musim kemarau Citarum bak sebuah selokan saja, tetapi dalam musim hujan meluap.

Perubahan iklim kita waspadai. Akan tetapi jangan berlebihan. Lebih baik kita lakukan usaha yang dapat dan harus kita lakukan, tetapi tidak kita lakukan dengan baik. Kita perbaiki tataguna lahan dan ruang kita, dan dengan sungguh-sungguh kita rehabilitasi hutan dan vegetasi lainnya. Jangan kita latah karena dunia sedang terpukau pada perubahan iklim dan konferensi tentang Protokol Kyoto akan diadakan di Bali. Lalu, setelah Bali kita lupakan, seperti halnya dengan Agenda 21 setelah Konferensi Rio. Nanti kaget, kerusakan karena iklim makin besar. Kita harus berusaha sembuh dari bangsa kagetan.***

Penulis, guru besar emeritus, pakar ekologi.

3. Bergelut dengan Bencana
Oleh redaksi
Jumat, 04-Januari-2008, 11:17:16
228 klik

Oleh Suparmono Kita memahami bahwa global warming tidak terlepas dari ulah manusia. Begitu pun bencana banjir dan longsor. Alam ini memang tidak pernah mengada-ada. Segala peristiwa yang terjadi di dalamnya merupakan buah dari keseimbangan hukum aksi dan reaksi. Bagi alam, kini seakan-akan saatnya untuk memberikan reaksi balik dengan melakukan tindakan pemerataan bencana banjir dan tanah longsor di Indonesia.

Kota-kota di kawasan pantai utara Jawa diprediksi akan mengalami banjir besar pada akhir Januari atau awal Februari 2008. Ini akan terjadi bila daerah pertumbuhan konveksi (inter tropical convergent zone/ITCZ) yang saat ini berada di daerah selatan Jawa beralih ke perairan utara Jawa. ITCZ adalah tempat terjadinya konveksi awan yang biasanya berasal dari laut sebelah utara ekuator. Namun, karena sifatnya fluktuatif, ITCZ bergeser ke selatan dan akan kembali ke utara ekuator. Pakar meteorologi ITB, Armi Susandi di Jakarta, Kamis (27/12), mengatakan, banjir besar yang disebabkan curah hujan tinggi di bagian selatan Jawa dipengaruhi kuat oleh faktor ITCZ.
Hujan lebat yang mengguyur Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak Selasa (25/12-07) hingga Rabu (26/12-07) menimbulkan banjir besar. Apalagi di Bengawan Solo. Delapan kabupaten di Jatim dan enam kabupaten di Jateng terendam banjir. Para petugas yang memantau dari helikopter menuturkan, bencana ini terlihat sebagai sebuah panorama alam yang sangat menyedihkan. Akibat banjir dan longsor di Jateng dan Jatim, 131 orang hingga Kamis (27/12-07) masih dinyatakan hilang.

Bayangkan saja, lautan banjir menggenangi wilayah daratan yang dahulu tidak pernah tertimpa dan luasnya sangat mengkhawatirkan. Ditambah ribuan hektare akibat luapan lumpur Lapindo, setidaknya 25% wilayah daratan di dua provinsi di Jawa ini terendam air. DKI Jakarta langganan banjir sejak puluhan tahun. Namun dari tahun ke tahun, banjir di ibu kota semakin parah karena para pejabat yang wajib menangani belum juga mampu mengatasinya. Jawa Barat pun tak luput dari bencana longsor dan banjir.

Bencana serupa juga menimpa daerah-daerah lainnya di luar Jawa. Kepala Pusat Pengendalian Krisis (PPK) Depkes Dr. Rustam S. Pakaya, M.P.H. di Jakarta, Rabu (26/12) mengungkapkan bahwa hujan deras yang terus-menerus mengguyur Bali sejak Senin (24/12-’07) mengakibatkan banjir di sejumlah kawasan.

Masalah aliran permukaan
Keserakahan manusia telah membuahkan bencana selama ini. Bencana banjir, tanah longsor, bahkan kekeringan akan silih berganti melanda negeri ini akibat daya dukung lingkungan yang tak mampu lagi menahannya. Lebih-lebih di Pulau Jawa, tempat bermukim sekitar 60% penduduk Indonesia, kini tinggal memiliki hutan 19.828 km2 atau kurang dari 15% dari luas daratan. Menurut UU Kehutanan, luas hutan ideal 30% dari luas daratan. Konversi kawasan hutan besar-besaran untuk menjadi areal pertanian, perkebunan, dan permukiman akan membawa malapetaka di kemudian hari. Jika hal itu dilakukan di lereng-lereng dengan kemiringan lebih dari 15%, mengakibatkan bencana banjir bandang atau tanah longsor. Seperti di Bengawan Solo, Jember, Banjarnegara, Jombang, Malang, dan Kediri.

Pada kondisi alam dan lingkungan yang normal, air akan mengalami siklus secara alami. Air berlebih pada musim hujan akan disimpan dalam tanah, akifer, waduk, danau, rawa, sungai, bendungan, sumur resapan, dan situ. Sedangkan sisanya akan terbuang ke laut dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Pada musim kemarau, air tersebut akan keluar menuju sungai sehingga air tetap tersedia dalam keadaan cukup.

Jika kondisi alam dan lingkungan telah rusak, daya tampung waduk, sungai, akifer, rawa, danau, dan bendungan jadi sangat terbatas karena laju sedimentasi yang tak terkendali. Akibatnya, bencana pun silih berganti, di musim kemarau terjadi kekeringan, di musim hujan terjadi banjir bandang dan tanah longsor.

Intensitas hujan pada musim hujan kali ini memang tinggi dengan durasi yang lama. Banjir bandang di Solo dan tanah longsor yang menimpa warga Karanganyar, terjadi karena hujan deras mengguyur 2 hari 2 malam nonstop. Kurangnya vegetasi pepohonan di wilayah itu mengakibatkan air hujan langsung jatuh ke bumi menjadi aliran permukaan (run-off) penyebab banjir dan tanah longsor. Aliran permukaan tersebut membawa material hasil erosi masuk ke dalam sungai. Jika daya tampung sungai lebih kecil daripada aliran permukaan, timbullah bencana banjir dan tanah longsor. Tanah longsor adalah salah satu bentuk erosi di mana pengangkutan dan pergerakan masa tanah berlangsung dalam waktu relatif singkat serta dengan volume yang sangat besar sekaligus. Jalan sendiri-sendiri.

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sampai saat ini masih berjalan sendiri-sendiri. Departemen PU dengan pendekatan pembangunan/pengelolaan DAS atau River Basin Management dengan konsep satu wilayah sungai satu pengelolaan (one river one management). Sebagai implementasinya dibentuk lembaga yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidrologi DAS yang disebut Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA).

Seluruh penggunaan air di wilayah DAS harus mendapat izin dari BPSDA. Departemen Kehutanan juga memiliki lembaga semacam itu untuk mengelola DAS yang disebut BPSDA (Balai Pengelola Sumber Daya Air) yang tugasnya melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan di wilayah DAS. Akan tetapi, Departemen PU juga membuat rencana program konservasi lahan DAS. Jadi, kedua lembaga serupa ini harus bekerja sama dalam menjaga kelestarian hutan agar ketersediaan air terjamin, di samping erosi dan daya rusak air yang menyebabkan banjir dan longsor bisa dicegah. Jadi, pemerintah harus terus melakukan konservasi DAS karena hal ini juga merupakan mitigasi bencana. Adapun pola konservasi di DAS yang umum adalah melalui reboisasi, penghijauan, social forestry, dan agroforestry.

Reboisasi dilakukan jika lokasi lahannya berada di kawasan hutan lindung, suaka margasatwa, dan hutan produksi tetap. Atau hutan produksi konversi, di mana potensi hutannya rendah dengan kondisi lahan semak belukar. Penghijauan dilakukan jika lokasi lahannya berada di luar kawasan hutan atau lahan kritis/tidak produktif dengan status pemilikan lahan. Social forestry dilakukan di kawasan hutan negara yang masyarakatnya amat bergantung pada hutan dan lahan kritis.
Sedangkan agroforestry dilakukan di luar kawasan hutan yang ada masyarakatnya. Pemerintah perlu memberikan penyuluhan secara intensif kepada penduduk sekitar hutan agar memiliki kesadaran tentang fungsi hutan. Pola kerja sama masyarakat dengan Dinas Kehutanan baik melalui agroforestry maupun social forestry perlu ditingkatkan. Berbagai bencana seperti banjir dan longsor sekarang ini harus menyadarkan warga maupun cukong pelaku pembalakan liar. ***
Penulis, konsultan manajemen sumber daya air, mantan Direktur Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.


4. UU Pornografi : Pemerintah Jamin Lindungi Adat dan Privasi Pribadi
Oleh redaksi
Senin, 03-Nopember-2008, 07:07:51

Pemerintah memastikan Undang-Undang tentang Pornografi akan melindungi adat-istiadat, ritual keagamaan, seni budaya, serta ranah pribadi. Karena itu, pemerintah akan segera melakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman masyar akat tentang esensi Undang-Undang tersebut. Dalam pasal 3 jelas tertulis, undang-undang melindungi adat istiadat, ritual keagamaan, dan seni budaya. Sosialisasi sangat penting untuk memberikan pemahaman bahwa undang-undang tentang pornografi mengakomodasi adat-istiadat, kata Menteri Negara Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh,

Pemerintah memastikan Undang-Undang tentang Pornografi akan melindungi adat-istiadat, ritual keagamaan, seni budaya, serta ranah pribadi. Karena itu, pemerintah akan segera melakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman masyar akat tentang esensi Undang-Undang tersebut. Dalam pasal 3 jelas tertulis, undang-undang melindungi adat istiadat, ritual keagamaan, dan seni budaya. Sosialisasi sangat penting untuk memberikan pemahaman bahwa undang-undang tentang pornografi mengakomodasi adat-istiadat, kata Menteri Negara Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh.

Masyarakat Papua yang mengenakan koteka serta perempuan Sunda penari Jaipong tak akan terkena larangan undang-undang karena tradisi dan kesenian adalah bagian dari adat-istiadat. Selain penghormatan terhadap adat-istiadat, menurut Nuh Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pornografi juga menjamin privasi dalam ranah pribadi. Hanya orang yang menunjukkan tindakan asusila di depan umum yang akan ditindak. Silahkan melakukan kegitan apapun di kamar asalkan tidak di tempat umum, ucapnya.

Ada banyak perdebatan tentang definisi pornografi terutama pada kata-kata yang bisa membangkitkan gairah seksual. Namun demikian, pemaknaan luas ini tak akan mengancam adat istiadat, seni budaya, serta ranah pribadi. (Redaksi)


5. Perlu Gerakan Disiplin Nasional
Oleh jeffry
Selasa, 07-Oktober-2008, 00:40:02

Disiplin merupakan langkah awal dari segala ketertiban di masyarakat, benih-benih kemajuan suatu bangsa, dan dasar penegakan hukum nasional. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara berdaulat perlu adanya gerakan disiplin nasional untuk menunjang kemajuan bangsa demi kemakmuran rakyat.

Mengapa perlu gerakan disiplin nasional? Pertanyaan tersebut sangat wajar dan harus dipertanyakan, karena kesadaran akan kedisiplinan secara nasional masih kurang. Contohnya pasca lebaran tahun ini saja, masih banyak pagawai yang tidak disiplin kerja alias tidak masuk kerja. Padahal sebelum cuti bersama, semua instasi sudah memberikan peringatan agar tidak membolos kerja, tetapi kenyataannya seperti di Pemprop DKI Jakarta sekitar 290 PNS mangkir, di Pemprop Medan di masing-masing instansi pegawai yang masuk kerja masih dibawah 90 persen.
Tidak ada hal yang lebih penting dalam manajemen diri dibandingkan dengan kedisiplinan. Selain pentingnya menemukan arah dan tujuan hidup yang jelas, kedisiplinan merupakan syarat mutlak untuk mencapai impian/cita-cita atau melaksanakan misi hidup seseorang. Kita harus disiplin dalam mengembangkan diri (lifetime improvements) dalam segala aspek, kita harus disiplin dalam mengelola waktu dan uang, kita harus disiplin dalam melatih keterampilan dalam setiap bidang yang kita pilih. Kita seharusnya belajar banyak dari orang-orang luarbiasa dalam sejarah umat manusia. Jadi, keunggulan bukanlah sebuah tindakan melainkan sebuah kebiasaan. Tidak ada cara lain untuk membangun sebuah kebiasaan kecuali melakukan sebuah tindakan secara terus-menerus berulang-ulang dengan disiplin.
Melalui kedisiplinan kita dapat mengembangkan potensi dahsyat yang ada dalam diri kita. Kita harus menerapkan dan mempraktikkannya minimal dalam waktu 30 hari. Meskipun kadang-kadang perubahan atau manfaat dapat kita rasakan setelah beberapa hari mempraktikkannya, kita bisa memperoleh hasil yang lebih dahsyat setelah kita berhasil menjalankannya selama 90 hari. Setelah itu, kita bisa benar-benar merasakan manfaatnya. Menurut John Maxwell, penulis buku Developing The Leader Within You, ada empat hal yang harus kita perhatikan untuk melakukan pengembangan diri secara disiplin sehingga dapat membangkitkan potensi dahsyat yang kita miliki. Empat hal tersebut adalah start with yourself – start early – start small – start now. Mulai dari diri sendiri – sesegera mungkin – sedikit demi sedikit – lakukan sekarang.

Kedisiplinan dalam pengembangan diri harus mulai dari diri sendiri. Ini berarti tidak bisa menyuruh orang lain melakukan latihan untuk kesuksesan kita. Kedisiplinan harus dimulai lebih awal. Ini berarti kita harus segera memulai suatu kebiasaan baru tanpa menunggu keadaan menjadi sempurna. Kita bisa memulai latihan secara bertahap, sedikit demi sedikit. Yang terpenting adalah lakukan langkah pertama kita.

Mencermati kedisiplinan di Indonesia, masih sangat minim, hal ini yang menimbulkan banyak terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme, kolusi. Jika saja masyarakat Indonesia kesadaran disiplinnya sudah tinggi, maka mungkin tidak ada pelanggaran hokum, korupsi atau kasus suap dan sebagainya. Oleh karena itu, saya berharap pemerintah kembali menggalakkan gerakan disiplin nasional dalam rangka kemajuan bangsa dan negara tercinta ini.

Pribadi Adi Paringgo Jl. Kalisari, Jakarta Timur, Email: pringgoadi@plasa.com

6. Sikap Waspada Masyarakat, Upaya Dini Cegah Aksi Terorisme
Oleh redaksi
Sabtu, 25-Oktober-2008, 08:49:37


Beberapa waktu lalu, Densus 88 menggrebek sebuah rumah kontrakan di Jalan Gading Sengon 7 RT 5 RW 14 Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam penggrebekan tersebut, polisi menyita tiga kilogram bahan peledak cair dan 21 butir peluru aktif. Selain itu polisi juga mengamankan pemilik rumah kontrakan Muntasir, sementara Wahyu (pemilik bahan peledak) belum berhasil ditangkap. Polisi mensinyalir penemuan bahan peledak tersebut memiliki kaitan dengan jaringan teroris global.

Penemuan bahan peledak di wilayah Kelapa Gading, disinyalir oleh polisi akan digunakan untuk meledakan depo Pertamina di Plumpang. Jarak antara depo Plumpang dengan lokasi penemuan tersebut tidak terlalu jauh, hanya sekitar 1 kilometer. Kita tidak bisa membayangkan apabila depo tersebut diledakkan oleh para teroris. Jalur distribusi BBM di Jakarta dan sekitarnya akan tersendat, bahkan bisa mengalami kelumpuhan karena selain menyediakan BBM untuk ibukota negara depo ini juga melayani wilayah Banten dan Jabar.

Saat ini, teroris tidak hanya mengincar lokasi maupun orang yang ada kaitan dengan Amerika Serikat. Sasaran baru teroris kini adalah semua yang tidak sepaham dengan mereka. Jaringan teroris di Indonesia cukup banyak dan terorganisasi serta disinyalir kelompok-kelompok tersebut tinggal di tengah-tengah permukiman padat penduduk. Keberhasilan polisi menggrebek tempat persembunyian para teroris patut kita apresiasi.
Meskipun demikian, keberhasilan ini tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan dari masyarakat dimana para teroris itu tinggal. Sikap waspada dari warga sangat sangat dibutuhkan untuk membantu aparat dalam membongkar jaringan teroris. Indonesia sepertinya masih belum akan aman dari ancaman terorisme, mengingat hingga saat ini aparat belum berhasil menangkap Noordin M Top. Sejak terbunuhnya DR Azhari, keterlibatan Noordin Top dengan berbagai aksi teror di tanah air tidak bisa dilepaskan. Dari para pelaku teror yang sudah ditangkap, mereka mengaku pernah bertemu dan menjalin hubungan dengan buronan nomor satu aparat keamanan kita.
Belum tertangkapnya Noordin M Top hingga saat ini, dikarenakan ada pihak-pihak yang sengaja menyembunyikan keberadaannya. Pihak-pihak seperti inilah yang sudah sepatutnya kita jadikan sasaran untuk diwaspadai, dengan maksud supaya kegiatan dan keberadaan mereka bisa dideteksi secara dini. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat dihimbau agar berperan aktif dalam memberikan informasi mengenai kemungkinan keberadaan kelompok teroris di wilayahnya.

Yulianto Jl. H. Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Tidak ada komentar: